Komisi VII DPR Soroti Kasus Penambangan Liar di Sulawesi Utara
Wakil Ketua Komisi VII DPR Hadi Mulyadi saat memimpin Kunspek didampingi anggota Komisi Mercy Chriesty Barends, foto : jaka/hr.
Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di wilayah Sulawesi Utara, menjadi perhatian serius Komisi VII DPR RI. Selain karena masih ditemukannya penggunaan zat kimia berbahaya seperti merkuri yang digunakan oleh para penambang liar, kegiatan itu juga berdampak pada kerugian negara yang menyangkut hajat hidup orang banyak.
Persoalan tersebut mengemuka saat Tim Kunjungan Spesifik Komisi VII DPR melakukan pertemuan dengan jajaran Direksi PT Meares Soputan Mining (MSM) dan PT Tambang Tondano Nusajaya (TTN) di Kabupaten Minahasa Utara, Sulawesi Utara, Kamis (07/12/2017).
Menurut Anggota Komisi VII DPR Mercy Chriesty Barends, cakupan bukaan luasan untuk para penambang liar sampai saat ini ditemukan 150 titik. Dari sejumlah titik itu, hanya dua titik saja yang merupakan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR).
“Wilayah tak bertuan mungkin dapat dikelola siapa saja, tetapi berdasarkan pengalaman saya di Maluku, ada pihak yang mengatasnamakan sebagai penambangan rakyat, tapi ternyata ada perusahaan yang bermain dibelakangnya. Ini kan tingkat kerugian negara sangat tinggi sekali,” kata politisi F-PDI Perjuangan itu.
Walaupun dari pihak pemerintah daerah mengatakan pemberantasan penambangan liar sangat sulit, tetapi persoalan tersebut harus tetap ditertibkan demi keberlangsungan hajat hidup orang banyak, lanjutnya.
“Info yang saya dapat dari Kepala Dinas Lingkungan Hidup, memang ada penurunan jumlah penambangan liar yang menggunakan mercuri, dan mereka beralih memakai sianida. Tapi saya pikir ini pasti jumlahnya akan bertambah terus kalau tidak dikendalikan,” ungkapnya.
Dari segi tata ruang, Sulawesi Utara akan hancur kalau tidak ditata dengan baik. “Oleh karenanya saya minta masalah ini dapat segera ditangani dengan serius, sistematis dan masif. Karena penambangan liar bekerja secara sistemik, maka penyelesaiannya juga musti terencana dengan baik dan melibatkan lintas stakeholder terkait,” tekannya.
Lebih lanjut, politisi Dapil Maluku itu juga menyoroti tentang pemasukan bagi kas daerah. Berkaca dari PT Freeport, Komisi VII mendorong Dinas Provinsi Sulut untuk menyiapkan BUMD, dan jika memungkinkan bisa mengambil bagian bersama dengan PT MSM dan TTN. Karena dengan begitu, tentunya revenue tidak hanya masuk ke pusat saja, tapi bisa masuk ke kas daerah.
Dalam kesempatan yang sama, Kadis Lingkungan Hidup Provinsi Sulut Marly Gumalag mengatakan, pihaknya sudah melarang para penambang rakyat menggunakan merkuri. Ia menyatakan bahwa untuk perangkat teknologinya sudah ada NGO dan BPPT yang siap membantu di Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR).
“Sejauh ini memang baru itu saja yang bisa kami lakukan, minimal menyetop penggunaan merkuri, karena dinilai sangat berbahaya untuk lingkungan,” tutupnya. (jk,sf/sc)